Sesuai dengan sabda Rasulullah s.a.w
“Berjuanglah kamu di dunia seolah olah kamu bakal hidup selama lamanya dan beribadatlah kamu kepada Allah seolah olah kamu akan mati esok”.
Di samping itu, ada juga doa yang diajarkan oelah Rasulullah s.a.w agar meminta kepada Allah kemiskinan.
“Ya Allah, hidupkan aku miskin. Matikan aku miskin. Dan kumpulkan aku kelak di Padang Mahsyar ke dalam kelompok kaum miskin”.
Suatu ketika Rasulullah pernah ditanya tentang syurga dan ahlinya, beliau menjelaskan bahawa penghuni yang paling banyak di syurga adalah orang miskin. Yang dimaksud disini bukan semua orang miskin masuk syurga. Akan tetapi kebanyakan penghuni syurga adalah orang miskin yang sabar, soleh, taat ke pada Allah dan banyak beribadah.
Miskin. Siapa suka miskin? Semua lari dari kemiskinan dan takut miskin. Ini kenyataan hidup sekarang ini. Tidak ada orang ingin hidup miskin. Tapi kalau kita teliti dengan saksama memang itulah kenyataan sebagian falsafah hidup yang diajarkan Rasulullah s.a.w kepada kita. Dan Beliau sendiri ternyata hidup dalam keadaan miskin. Ketika beliau wafat, tak ada harta yang diwariskan untuk keluarganya. Begitu pula para sahabat nabi majoritinya mereka hidup dalam kekurangan dan kemiskinan.
Dalam kisah kehidupan para sahabat Rasulullah, amat sukar dilihat kehidupan yang dikelilingi kekayaan. Ada diantara mereka yang kaya seperti misalnya Uthman bin Affan dan Abdurahman bin Auf, tapi mereka pun berusaha menginfakan dan rela mengeluarkan hartanya ke jalan Allah agar jadi miskin.
Imam besar Ali ra hidup miskin dan serba kekurangan. Bahkan setelah menikah dengan Fatimah puteri Rasulullah, beliau tidak mampu mengambil seorang pembantu. Ketika isterinya, Fatimah, datang kepada ayahnya minta kepada beliau seorang pembantu.
Rasulullah pun berkata “Wahai anakku bersabarlah. Sesungguhnya sebaik baiknya wanita adalah yang bermanfaat bagi keluarganya”
Demikianlah contoh yang kita dapatkan dari pemimpin besar umat, Rasulullah saw dan Imam besar, Ali bin Abi Thalib yang sepanjang hidupnya selalu dalam kekurangan dan kemiskinan. Akan tetapi di lain pihak Imam Ali pun pernah menegaskan “kemungkinan kemiskinan itu bisa membawa kekufuran”. Begitu pula beliau pernah berkata: “seandainya kemiskinan itu menjelma berbentuk manusia maka saya akan bunuh”.
Assayyid Sabiq dalam fiqih sunnah mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan miskin adalah mereka yang masalah ekonomi dan berpendapatan kurang. Orang kaya yang hanya memikirkan diri sediri, tamak, dan kedekut, digelar sebagai orang kaya berjiwa miskin. Sebaliknya orang miskin yang menerima nasib, bersabar, tabah dengan segala musibah yang menimpah dirinya, dan redha serta bersyukur dengan apa yang telah diberikan Allah, ia adalah orang miskin yang berjiwa kaya.
Demi Allah, harta dan kekayaan adalah milik Allah. Allah lah yang memberi orang menjadi miskin dan Allah pula yang membuat orang jadi kaya. Jika Allah menginginkan si kaya menjadi miskin, dengan sekejap mata saja orang itu mejadi miskin. Jika Allah berkehendak si miskin menjadi kaya, dengan sekejap mata orang miskin itu menjadi kaya.
Firman Allah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)." (QS 3 :26-27)
Itulah istilah kehidupan kita sehari hari, dunia ini ibarat roda yang berputar. Sebentar berada diatas dan sebentar lagi berada di bawah. Di saat berada di atas, jangan sekali kali merasa bangga tapi harus melihat ke bawah agar boleh mengimbangi jarak dengan yang dibawah. Dan bagi yang di bawah jangan tinggal diam atau putus asa. Sebab, itulah satu-satunya modal agar yang di bawah dapat berputar kembali, sementara yang di atas tidak rakus, tidak tamak, tidak sombong dan tidak serakah. Itulah yang di ajarkan agama kita agar kehidupan bersama atara si kaya dan si miskin boleh terjalin dengan baik sehingga jarak antara mereka tidak terpaut jauh.
Comments